Laporan Diskusi Kompas-Murdoch University
Populist Politics in Southeast Asia: Transforming or Impending Democracy?
Januari 2001 , rantai insan yang merentang sepanjang kurang lebih 10 kilometer di sekitar Istana Malacanang , Manila , Filipina , alhasil menurunkan Joseph Estrada dari dingklik kepresidenan. Belum genap empat tahun usia pemerintahannya , pengganti Fidel Ramos itu tumbang oleh gerakan kekuatan rakyat (people power) , gerakan yang juga menjatuhkan diktator Filipina Ferdinand Marcos tahun 1986.
Tuduhan skandal korupsi menjungkalkan mantan pemain film ternama Filipina itu. Popularitas dan derma dari penggemar yang semula mengantarkan menjadi orang nomor satu tak bisa menyelamatkan Estrada. Peristiwa itu menyerupai cerita ironi dalam film: seorang jagoan berakhir sebagai pecundang.
Dukungan kelompok miskin perkotaan di Filipina , terutama di Manila , atas Estrada menyerupai semacam ilusi. Populisme yang melingkupi kemenangan Estrada pada tahun 1998 kolam candu , sebagaimana agama dipersepsikan Karl Marx. Populisme menjadi semacam obat penderitaan rakyat akhir deraan kemiskinan.
Dalam situasi sosial-ekonomi menyerupai itu , Estrada pada awalnya impian akan obat tersebut. Popularitas dan janjinya menanggulangi kemiskinan akut di Filipina , secara khusus di Manila , melahirkan derma rakyat yang mempunyai jaringan pada struktur dan basis informasi politik kelompok miskin perkotaan. Isu utama yang ia gulirkan yaitu kepemilikan lahan dan perumahan.
Sebelum dan setelah kala Estrada , kampanye pro rakyat selalu dipakai kandidat Presiden Filipina untuk meraih bunyi rakyat. Isu itu memang dinilai hebat mengamankan bunyi pemilih. Namun , pada kala Estrada terjadi pergeseran alasannya yaitu masyarakat Filipina gotong royong masih bersifat paternalistik , bukan populis.
Populisme Estrada muncul semenjak masa kampanye. Dia menunjukkan dirinya berjarak dari kelompok elite tradisional , menjadi bab dari masyarakat kebanyakan dan kelompok miskin. Kelompok miskin itulah yang menjadi basis populisme di Filipina. Strategi itu semakin kukuh oleh tayangan media yang terus-menerus menampilkan Estrada mengunjungi komunitas warga miskin. Strategi itu bisa menempatkan Estrada sebagai figur utama komunitas besar itu.
Melalui media , Estrada bisa mengakumulasi kegelisahan warga miskin kota.. Ia pun merancang "gerakan rakyat melawan kemiskinan".
Namun , minimnya visi dan taktik untuk mengurangi problem kemiskinan dan menjawab tuntutan riil warga miskin kota , serta dugaan skandal korupsi , perlahan-lahan menggerogoti derma pada Estrada. Aktor kawakan itu pun perlahan-lahan kehilangan popularitas dan derma massa yang mengantarkannya ke dingklik kepresidenan.
Mengutip akademisi Mark Thompson , populisme yang mengantarkan Estrada sesungguhnya sangat dipengaruhi klientilisme yang berbasis kampanye media. Artinya , yang mengaitkan Estrada dengan pemilihnya yaitu media.
Adapun aliran Mike Pinches menyebutkan , populisme di Filipina mewakili pergeseran retorika , dari paternalistik tradisional ke ratifikasi atas gerakan politik terkenal pasca Marcos. Populisme menjadi adonan antara popularitas individu dengan kampanye yang dilakukan media.
Tak punya basis
Di Filipina , populisme elite politik tak mempunyai basis sosial yang terorganisasi dan lebih bergantung pada kepopuleran individu. Estrada sendiri tak mempunyai korelasi dengan gerakan rakyat yang menumbangkan Marcos. Dia membangun sendiri gerakan yang menghubungkannya dengan masyarakat. Dukungan yang ia peroleh dari kelompok miskin perkotaan menunjukkan keberhasilan taktik itu.
Pada alhasil , derma itu memudar alasannya yaitu Estrada tidak bisa mengimplementasikan visi dan gerakan yang dibangunnya. Mereka yang turut berunjuk rasa pada tahun 2001 yang kemudian berhasil menggulingkan Estrada bukan hanya penggemar film-film Estrada.
Di Filipina , Estrada lebih dikenal sebagai presiden populis alasannya yaitu lebih erat dengan definisi paling umum perihal populisme. Namun , dari sisi kebijakan , Corazon Aquino yang menggantikan Marcos lebih banyak menghasilkan kebijakan populis , menyerupai melibatkan partisipasi masyarakat dan bentuk kolaborasi baru. Benigno Aquino III , presiden ketika ini , juga banyak menerima derma jaringan masyarakat miskin kota alasannya yaitu komitmennya pada masalah perumahan.
Populisme di Filipina dengan melihat Estrada yang mencoba memainkan gambaran sebagai pemain film protagonis dalam ingatan kolektif para pendukungnya , korelasi dengan pendukung politik dibangun menyerupai antara seorang bintang film dan penggemarnya. Itulah , antara lain , yang membedakan Estrada dari mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra. Populisme Estrada merupakan modal politik untuk membeli dukungan. Saat Estrada menciptakan "gerakan rakyat melawan kemiskinan" sebagai kendaraan memediasi perbedaan kepentingan antara dirinya dan masyarakat Filipina , Thaksin justru membangun orientasi gres partai politik pendukungnya untuk menggulirkan kebijakan nasional yang pro rakyat.
Sebagai dua sosok yang terkenal dalam komunitas masing-masing , Thaksin dinilai lebih bisa mempertahankan derma alasannya yaitu sanggup mengonsolidasikan kepemimpinannya melalui basis organisasi dan derma kebijakan , sementara Estrada sepenuhnya mengandalkan popularitas individu.
Di Filipina hal itu dimungkinkan alasannya yaitu semenjak Corazon Aquino dengan derma gerakan rakyat menggulingkan Marcos , semua pemimpin politik setelahnya berada dalam posisi untuk mengapitalisasi gerakan kekuatan rakyat atau people power untuk meraih hasrat politik mereka.
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Delusi Politik Gambaran Di Filipina"