Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Reformasi Lemhannas

Asvi Warman Adam

Tanggal 20 Mei kemudian Lembaga Ketahanan Nasional merayakan ulang tahun ke-50. Bung Karno berpidato waktu membentuk forum ini. Setengah kala kemudian , putrinya , Megawati Soekarnoputri , memberikan  "Presidential lecture" yang substansi dan semangat pidato itu senada. Hal ini menunjukan apa yang disampaikan Presiden Soekarno tahun 1965 masih relevan hingga sekarang dan ternyata belum dilaksanakan sepenuhnya oleh pengurus forum tersebut.

Gagasan pembentukan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) disampaikan oleh Jenderal AH Nasution pada 1962 dan gres terlaksana tahun 1965. Ini memperlihatkan pasang naik dan surut relasi kedua tokoh tersebut. Tahun 1962 Nasution digantikan oleh A Yani sebagai Kepala Staf Angkatan Darat dan dipromosikan sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata sehingga menjadi "jenderal tanpa pasukan".

Pada masa Orde Baru forum ini naik pamornya alasannya yaitu memberi semacam tiket untuk menjabat eselon satu di kementerian atau jabatan penting lainnya. Orang dengan gembira mencantumkan dalam curriculum vitae pernah ikut kursus reguler angkatan ke sekian. Juga ada kesan instansi ini jadi daerah "transit" bagi perwira Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia yang masih akan menduduki jabatan strategis lainnya.

Sejak awal hingga sekarang terjadi beberapa perubahan. Istilah pertahanan nasional jadi ketahanan nasional meski singkatannya tetap Lemhannas. Konsep ketahanan nasional itu sendiri mengalami perkembangan. Semula (1969) berarti "keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi segala ancaman. Pada 1972 ditambahkan: semua itu dalam rangka "mengamankan usaha mengejar tujuan nasional".

Semula forum pengkajian , kemudian bertambah fungsinya dengan forum pendidikan , dan terakhir lebih spesifik , yaitu mendidik kader pemimpin nasional. Terjadi pula perubahan status forum ini yang semula di lingkungan ABRI/Departemen Pertahanan menjadi forum pemerintah non-kementerian yang berada di bawah Presiden.

Karena kelanjutan dari pendidikan kepemimpinan yang telah dijalani di lingkungan pegawai negeri sipil atau TNI/Polri , akseptor jadwal Lemhannas tentu sudah berusia di atas 40 tahun dan telah menduduki jenjang karier tingkat atas di forum daerah beliau bertugas. Melihat para akseptor jadwal pendidikan ini yang sudah separuh baya , Megawati bertanya kepada gubernur Lemhannas: dapatkah usia akseptor diturunkan jadi kurang dari 45 tahun. Bukankah para pemimpin Indonesia pada awal kemerdekaan relatif masih sangat muda.

Tentu pertanyaan di atas sanggup dijawab apabila disadari model sekolah kepemimpinan macam apa yang diinginkan. Di Perancis , contohnya , terdapat Ecole Nationale d'Administration (ENA) yang didirikan tahun 1945 untuk mengisi deretan pengambil keputusan di departemen atau forum strategis lainnya di negara itu. Beberapa perdana menteri , para menteri , dirjen , atau pejabat lainnya di pemerintahan , termasuk CEO di banyak sekali perusahaan besar , yaitu lulusan ENA yang usang pendidikannya 27 bulan. Lulusan sekolah tinggi tinggi sanggup masuk sekolah ini sehabis melalui seleksi yang sangat ketat.      

Peserta jadwal ENA itu jauh lebih muda daripada Lemhannas. Namun , jadwal pendidikan di Lemhannas hanya 7 ,5 bulan (program reguler) atau 5 ,5 bulan (program singkat) dan diikuti oleh PNS golongan IVC atau kolonel. Kedua jadwal pengaderan pada dua negara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan bergantung pada tipe pemimpin yang ingin dihasilkan.

Dalam pidato pembentukan Lemhannas , Bung Karno berbicara ihwal geopolitik Indonesia: negara kepulauan , di antara dua benua , mempunyai sumber daya alam yang kaya , terdiri atas ribuan suku dan masing-masing mempunyai budaya yang berbeda. Sewaktu berpidato ihwal Pancasila tanggal 1 Juni 1945 , berdasarkan Soekarno , ia menempatkannya dalam konteks geopolitik , yaitu pada kesatuan bangsa Indonesia. Teori Ernest Renan dan Otto Bauer yang dikutipnya dalam pidato lahirnya Pancasila itu juga berbasiskan geopolitik.

Namun , terlepas dari semuanya , forum ini harus mengajarkan sejarah usaha bangsa. Itu pula yang disambung oleh Megawati Soekarnoputri , 50 tahun kemudian , betapa bangsa ini tidak peduli pada sejarah.

Selama 50 tahun berdiri tentu sanggup dinilai apakah Lemhannas sudah memenuhi pesan pembentukannya yang disampaikan  Soekarno. Namun , perlu diingat juga , pasca pemerintahan Soeharto telah terjadi reformasi Tentara Nasional Indonesia dan Polri. Hal tersebut telah mengubah pula konstelasi keduanya dalam perpolitikan nasional. Dalam hal ini tentu Lemhannas perlu mengalami pembiasaan dan reformasi (baik pengajar , akseptor pendidikan , maupun materi pendidikan).

Bung Karno menyampaikan , "Orang tidak sanggup menyusun pertahanan nasional yang berpengaruh , membangun bangsa yang berpengaruh , negara yang berpengaruh bila tidak dengan geopolitik." Ia melanjutkan bahwa adagium pertama untuk geopolitik yaitu know yourself , dalam arti bangsamu sendiri , tanah airmu sendiri , pergunakan unsur-unsur ini menjadi unsur besar menyusun pertahanan kita itu.

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Reformasi Lemhannas"

Total Pageviews