Steven Tanner
Penerapan jadwal jaminan pensiun oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial seharusnya disambut besar hati dan antusias alasannya yaitu menjanjikan kesinambungan penghasilan pada usia lanjut. Namun , masyarakat (baca: pekerja formal) banyak yang masih resah dan sepertinya belum memahami apa faedah dari jadwal jaminan pensiun (JP) bagi mereka.
Bukannya membicarakan kesejahteraan sosial mereka , yang kita saksikan justru perdebatan berkepanjangan mengenai besaran iuran. Terakhir , muncul tiga opsi , 8 persen , 3 persen (sampai 2030 dan meningkat sedikit demi sedikit 0 ,3 persen setiap 3 tahun) , dan 1 ,5 persen (sampai 2018 dan meningkat sedikit demi sedikit 0 ,3 persen setiap tiga tahun) , yang akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk memutuskan.
Semua opsi iuran ini untuk membiayai manfaat pensiun bersiklus yang sama , yaitu 1 persen dari penghasilan rata-rata selama karier yang diadaptasi dengan parameter tertentu (index career average/ICA) dengan maksimum tingkat penghasilan pensiun (TPP) 40 persen.
Berapa iuran jadwal JP yang dianggap masuk akal dan optimal? Sebenarnya , penjelasannya sangat sederhana. Beban jangka panjang jadwal pensiun jenis manfaat , bergantung kepada jumlah manfaat pensiun bersiklus yang harus dibayarkan. Beban ini secara pribadi berkaitan dengan rasio ketergantungan penduduk usia lanjut (old-age dependency ratio/DR) atau perbandingan jumlah peserta manfaat pensiun bersiklus terhadap pekerja yang membayar iuran (system dependency ratio) dan usia pensiun yang ditetapkan. DR tidak bergantung besaran iuran , tetapi pada usia pensiun yang ditetapkan.
Sebagai pola , katakanlah dalam suatu periode tertentu ada satu orang penduduk usia lanjut dan lima angkatan kerja produktif. Ini berarti DR sebesar 20 persen. Dengan kata lain , untuk membiayai satu orang penduduk usia lanjut ini , setiap angkatan kerja produktif mengembangkan beban masing-masing 20 persen. Apabila kita ingin menawarkan kepada satu orang penduduk usia lanjut ini TPP 40 persen , maka beban setiap angkatan kerja produktif yaitu 8 persen (DR= 20 persen x TPP= 40 persen).
Suatu ketika nanti , angka 8 persen ini mungkin saja masuk akal , tetapi jauh di masa mendatang lima peserta harus menanggung beban untuk TPP 40 persen , tidak sekarang! Sebenarnya , berapa pun iuran yang kita bayar kini , 1 ,5 persen , 3 persen , atau 8 persen , tidak akan mengubah beban jangka panjang jadwal JP dan manfaat pensiun bersiklus yang diterima peserta tetap sama. Tidak ada jadwal pensiun jenis manfaat niscaya sekaligus iuran pasti. Makara , mengapa harus mulai dengan iuran 8 persen?
Usia pensiun wajar
Iuran jadwal JP tak mungkin tidak sanggup dikendalikan. Yang harus dilakukan hanyalah memutuskan prosedur peningkatan usia pensiun secara otomatis (automatic balancing mechanism) seiring peningkatan usia keinginan hidup (longevity). Oleh alasannya yaitu itu , sangat penting untuk memutuskan usia pensiun masuk akal yang mencerminkan peningkatan usia keinginan hidup semoga DR terkendali , dan pada gilirannya sanggup memaksimalkan penggunaan sumber daya yang ada untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian Indonesia.
Usulan usia pensiun (56 hingga 2018 dan meningkat empat bulan setiap tahun atau satu tahun setiap tiga tahun dan mencapai 65 tahun pada kisaran 2043-2045) telah diterima sebagaimana tercermin dalam rancangan peraturan pemerintah terkini. Usia pensiun di negara yang ekonominya dianggap maju , ketika ini sudah mencapai 65 dan bergerak ke 67 dan 68 tahun. Iuran jadwal JP yang tinggi bukanlah solusinya , justru sebaliknya , memperburuk DR!
Pembiayaan dengan memakai metode pay-as-you-go (PAYG atau "sambil jalan") sejalan dengan filosofi ini. Artinya , kita hanya perlu menyediakan dana untuk membayar manfaat pensiun bersiklus yang jatuh tempo dalam setahun , dua tahun , atau paling banyak lima tahun. Cara pembiayaan demikian akan mengurangi secara signifikan semua jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh acara pengelolaan dana dalam jumlah besar , antara lain , inflasi , suku bunga , pasar uang , mismatch , kebocoran , dan kesalahan pengelolaan. Pembiayaan pendidikan dan kesehatan , contohnya , juga dilakukan dengan metode PAYG , merupakan salah satu metode aktuaria yang diakui International Standard of Actuarial Practice No 2 , yang diterbitkan 13 Oktober 2013 oleh International Actuarial Association.
Selama periode 2015-2030 , terperinci tidak dibutuhkan iuran 8 persen. Pada 2030 nanti , TPP-nya tidak pribadi 40 persen , melainkan hanya 15 persen (1 persen x 15 tahun masa iuran). Selanjutnya pada 2031 sebesar 16 persen , 2032 sebesar 17 persen , dan seterusnya. TPP sebesar 40 persen gres terjadi pada 2055 atau 40 tahun dari kini , sehingga tidak perlu buru-buru memutuskan iuran 8 persen sekarang.
Sebenarnya , beban jadwal JP sangat bervariasi , bergantung pada perubahan demografi dan system dependency ratio serta usia pensiun yang ditetapkan. Jauh lebih transparan bila jumlah iuran yang dihimpun sepadan dengan manfaat pensiun bersiklus yang harus dibayarkan , tidak berlebihan. Selain lebih transparan , juga mengandung disiplin dalam menjalankan proses pembiayaan jadwal JP , ketimbang memutuskan iuran tinggi dan tetap , untuk jangka panjang yang tidak mencerminkan dasar penetapan yang masuk akal untuk ketahanan jadwal pensiun.
Penetapan iuran jadwal JP bukan sebagai target pemupukan dana , atau untuk mencapai ketahanan sekian-sekian tahun , atau ditetapkan menurut hasil survei semata , tetapi harus ditetapkan secara aktuaria yang memastikan semoga jangka waktu ketahanannya tidak terbatas (self sustainable) dengan beban dan risiko yang minimal. Uang itu tidak gratis , ada opportunity cost dari sumber dana yang kita miliki untuk dialokasikan di antara aneka macam kebutuhan pokok (investasi gres , meningkatkan daya saing dan produksi , membuat lapangan kerja , dan lain-lain). Jumlah dana jadwal jaminan hari bau tanah (JHT) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan sudah dan berpotensi bertambah besar.
Jadi , untuk apa meminta iuran tinggi untuk jadwal JP yang gotong royong tak diperlukan. BPJS Ketenagakerjaan dibuat sebagai forum sosial yang berfungsi menatausahakan data kepesertaan dan melaksanakan pembayaran manfaat pensiun untuk kepentingan peserta , bukan sebagai forum keuangan dengan tujuan memupuk dana besar untuk kepentingan pengelolanya.
Bukan tanpa dasar
Usulan denah iuran 1 ,5 persen (sampai 2018 dan meningkat sedikit demi sedikit 0 ,3 persen setiap 3 tahun , di mana iuran 3 persen gres dicapai pada 2030 dan 4 ,8 persen pada 2050) , bukan anjuran tanpa dasar. Usulan ini telah disimulasikan memakai model yang dibangun aktuaris yang bekerja di BPJS Ketenagakerjaan bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan , Kementerian Keuangan , dan Otoritas Jasa Keuangan. Hasilnya , cukup untuk membiayai jadwal JP dan mengandung margin yang memadai hingga 2045/2050 dan sanggup memenuhi pembayaran manfaat pensiun bersiklus hingga 2065.
Diharapkan sehabis 2045 sudah sanggup diperoleh data dari pengalaman 30 tahun dan sanggup dipercaya , antara lain , perkembangan demografi , kepesertaan , peningkatan usia keinginan hidup , dan usia pensiun. Sebenarnya , semenjak awal sudah harus dibuat tim aktuaris pemerintah antardepartemen yang solid untuk pemantauan , termasuk penilaian aktuaria secara periodik.
Kalau saja manfaat pensiun bersiklus dari jadwal JP dibuat lebih tinggi dan dibayarkan lebih awal dengan mengakui masa kerja kemudian , mungkin masuk nalar iuran 8 persen itu sekarang. Yang kita tidak mengerti mengapa memaksakan iuran 8 persen semenjak 2015 yang mungkin gres dibutuhkan 40 tahun kemudian. Bagi suatu jadwal yang sama sekali tidak membayar manfaat pensiun bersiklus hingga 2030 , jauh lebih baik kalau kita fokus kepada bagaimana cara meminimalkan beban yang harus segera ditanggung dunia perjuangan dan peserta serta hambatan pencapaian target cakupan kepesertaan yang optimal.
Saat ini , ada lebih dari 70 persen pekerja formal tak tercakup jadwal JHT. Selain harus membayar iuran JP , terdapat aksesori iuran jadwal JHT 5 ,7 persen. Bagi mereka (perusahaan dan pekerja) , beban ini suatu lonjakan sangat drastis , dari 0 persen menjadi 13 ,7 persen (kalau iuran jadwal JP ditetapkan 8 persen). Dengan memutuskan iuran rendah di awal dan meningkat sedikit demi sedikit dalam jumlah rendah dan terukur , beban mereka hampir separuh lebih ringan dan justru gampang menyerap sekaligus meningkatkan antusiasme untuk bergabung. Inilah yang seharusnya menjadi prioritas utama , memaksimalkan ketaatan dan cakupan kepesertaan.
Ringkasnya , anjuran denah iuran 1 ,5 persen meningkat sedikit demi sedikit dipandang transparan dan jujur. Transparan , alasannya yaitu publik sanggup memahami bahwa iuran jadwal JP memang bervariasi yang dipengaruhi perubahan demografi. Jujur , alasannya yaitu publik diberitahu kalau memang tidak dibutuhkan iuran tinggi , mereka tidak dipaksa membayar berlebihan. Lagi pula , jadwal JP gres dimulai dan bergerak lamban alasannya yaitu adanya persyaratan masa iuran 15 tahun itu , tanpa akreditasi masa kerja kemudian , dan gres mature pada 2055. Walk first run later! Jangan hingga gagal lagi , kita sudah terlalu usang menunggu , hampir 11 tahun. Semoga Presiden sanggup dengan bijak memutuskan yang terbaik bagi negeri tercinta ini.
Steven Tanner; Aktuaris pada Dayamandiri Dharmakonsilindo; Tim Perumus Kebijakan Jaminan Pensiun Apindo , Perkumpulan DPLK , ADPI
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Iuran Jaminan Pensiun"