Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Nasibmu Rohingya

Ichlasul Amal

Kelompok etnis yang paling buruk di dunia ialah Rohingya. Mereka tidak punya tanah asal dan secara politik tidak diakui kewarganegaraannya oleh negara di mana beliau bertempat tinggal.

Ribuan dari mereka masih terkatung-katung di tengah laut. Sebagian mati  di tengah bahari alasannya ialah kelaparan dan hidup berdesakan di kapal. Beruntung bagi mereka yang bisa mendarat di Indonesia (Aceh) , Malaysia , dan Thailand. Ketiga negara ini membantu mereka sebagai pengungsi yang sudah mendarat dan membicarakan keikutsertaan masyarakat internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR).

Bagaimana pemerintah Myanmar , negara di mana mereka berasal? Myanmar tak mau tahu dan menganggap Rohingya bukan persoalannya. Seperti yang dikatakan presidennya , "They are not my people." Lalu Rohingya punya siapa , bila  mereka tidak diakui oleh negaranya.

Bukan hanya itu , etnis Rohingya banyak disiksa dan dianiaya oleh kelompok lain yang kebetulan berbeda agama dengan Rohingya yang beragama Islam. Sangat disayangkan bahwa etnis yang beragama Buddha , bahkan biksunya ikut menyia-nyiakan kelompok Rohingya.

Myanmar ialah nama gres Burma yang diberikan rezim militer. Sewaktu Presiden Amerika Serikat Barack Obama berkunjung ke Myanmar , ia sempat ragu menggunakan kata Myanmar atau Burma. Kalau menggunakan nama Myanmar berarti mengakui rezim militer , sementara nama Burma yang diakui Inggris itu sudah usang  tidak dipakai rezim baru.

Myanmar terdiri dari kelompok etnis , menyerupai Chin , Kachin , Shan , Karen , Burma , dan lainnya di samping Burma itu sendiri yang menduduki 60 persen wilayah Myanmar. Agama banyak etnis itu berbeda-beda. Ada yang bahkan mayoritas beragama Kristen. Etnis Karen pernah mengangkat senjata melawan rezim dan banyak yang menjadi pelarian ke Thailand.

Terlepas dari kontroversi nama asal Rohingya , yang terperinci ketika di bawah kolonialis Inggris , mereka masuk dalam wilayah jajahan Inggris di India. Ketika Inggris memberi kemerdekaan kepada Burma (1948) dan India (1949) , Inggris tak memperhatikan batas wilayah kelompok etnis. Rohingya ialah kelompok Bengali  yang kini menjadi Banglades dan Rohingya sudah usang berinteraksi dengan Myanmar di bawah kolonialisme Inggris.

Aung San , tokoh kemerdekaan Burma , Bapak Aung San Suu Kyi yang kini menjadi pejuang demokrasi dan menerima Nobel Perdamaian , pada waktu Perang Dunia II bekerja sama dengan Jepang alasannya ialah dijanjikan kemerdekaan sesudah perang selesai. Aung San lalu memihak Sekutu melawan Jepang ketika kemerdekaan yang dijanjikan Jepang tidak pernah terealisasi.

Burma menerima kemerdekaan dari Inggris pada 1948 dan Aung San menjadi presiden pertama. Pada ketika  yang sama Inggris menjanjikan kemerdekaan dan otonomi pada daerah-daerah minoritas di luar Burma. Namun , akad otonomi ini tidak pernah tercapai hingga presiden Aung San dibunuh sesudah kemerdekaan. Aung San digantikan temannya , U Nu , yang memerintah hingga 1962 dan dikudeta Jenderal Ne Win.

Sejak itu Burma di bawah rezim militer dan Ne Win pernah melaksanakan operasi "Raja Naga" terhadap etnis Rohingya , menjadikan 200.000 etnis Rohingya melarikan diri ke Banglades. Namun , Banglades tidak bisa mendapatkan pelarian sebanyak itu , mengingat Banglades gres saja memisahkan diri dari Pakistan. Dalam kesepakatan yang dimediasi PBB , etnis Rohingya bisa kembali ke Burma.  Banglades menyetujui kesepakatan itu dengan menyatakan bahwa etnis Rohingya bukan berasal dari Banglades.

Sebagai warga Myanmar yang sudah bertahun-tahun tinggal di Myanmar , kehidupan mereka semakin buruk di bawah rezim militer pengganti Ne Win. Dalam kekerasan tahun 2012 dan 2014 , dan puncaknya 2015 , etnis Rohingya sangat menderita sehingga ribuan orang melarikan diri menjadi pengungsi orang perahu.

Myanmar mensyaratkan menciptakan kartu warga negara biar diterima sebagai warga Myanmar. Angkatan Laut Myanmar mencari bahtera pelarian Rohingya , mau "diamankan" , tetapi tak tahu mau ditaruh di mana. Rezim militer tetap mempertahankan slogannya yang terkenal: "one ethnicity , one language , one religion". Hanya etnis Myanmar yang  merupakan kerajaan usang yang dihidupkan kembali oleh rezim militer ketika ini , beragama Buddha ,  dan berbahasa Myanmar , yang bisa berkuasa di Myanmar. Bahasa lain , etnis lain , dan bukan agama Buddha , sukar diakui sebagai Myanmar.

Bagaimana perilaku Aung San Suu Kyi sebagai hero demokrasi terhadap kasus etnis Rohingya? Sampai kini belum terdengar suaranya. Mungkin bagi beliau sulit bersikap mengingat pendukungnya orisinil Myanmar yang punya perilaku negatif terhadap Rohingya. Obama sudah berkali-kali mendesak Myanmar supaya menghilangkan perilaku diskriminatif terhadap Rohingya biar pangkal kasus pelarian bahtera Rohingya dan Banglades bisa diselesaikan. Bagaimana masa depan Rohingya , di mana tempatnya , wallahualam...

Ichlasul Amal; Fisipol UGM

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Nasibmu Rohingya"

Total Pageviews