Marwan Batubara
Menteri ESDM Sudirman Said awal Maret 2015 menyampaikan , salah satu penghambat pemanfaatan gas bumi di Indonesia yakni belum terbangunnya infrastruktur gas secara menyeluruh.
"Gas ini masa depan kita yang harus dikerjakan secara serius. Namun , puzzle-nya belum utuh , ada titik-titik yang belum terkoneksi. Ini kiprah kami di Kementerian ESDM untuk membuat blue print keseluruhan supaya infrastruktur , mulai dari transmisi , distribusi , hingga dengan retail bisa tersambung ," kata Sudirman.
Pembangunan dan penyediaan infrastruktur gas bumi sejatinya mengacu Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 alasannya gas bumi sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu , pembangunan infrastruktur dan tata niaga gas bumi harus dilakukan BUMN dan dilarang diliberalisasi. Pemerintah pun harus memperbaiki kebijakan dan peraturan yang ada.
Regulasi yang memayungi problem infrastruktur gas bumi telah terlanjur liberal. Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009 sebagai turunan UU Migas No 22/2001 telah membuka pintu penerapan kebijakan open acces dan unbundling dalam industri gas nasional. Alhasil , lahirlah banyak trader gas bumi , yang menjadi pedagang gas tanpa mempunyai pipa-pipa gas memadai. Sebagian besar tradercenderung tidak berniat membangun pipa alasannya membutuhkan investasi besar , sementara pemerintah pun tidak secara tegas mewajibkan.
Dengan kondisi menyerupai ini , pengembangan infrastruktur gas bumi akan terus terhambat atau stagnan. Jaringan pipa distribusi terpencar-pencar dan jaringan pipa transmisi antarwilayah tak terhubung. Pembangunannya hanya terpusat di Jawa dan Sumatera. Padahal , infrastruktur tersebut bisa dibangun menjangkau seluruh wilayah kalau predikat monopoli alami diberikan kepada BUMN dalam perjuangan gas bumi , khususnya di sektor hilir.
Monopoli alami
Monopoli alami yakni monopoli dalam suatu industri yang menghasilkan produksi barang/jasa paling efisien dan efektif kalau penyediaan terkonsentrasi pada sebuah perusahaan dibandingkan dengan terbuka oleh banyak perusahaan. Monopoli alami umumnya terjadi pada sektor utilitas publik (public utilities , contohnya sektor-sektor listrik dan gas) yang membutuhkan investasi besar , membuat skala ekonomi tinggi alasannya besarnya ukuran pasar , dan tercipta halangan tinggi bagi pendatang baru. Ternyata , meskipun telah diamanatkan konstitusi , Indonesia justru tidak menunjukkan hak monopoli alami kepada BUMN migasnya.
Pola monopoli alami pada sektor gas bumi bukanlah tabu dan hanya terjadi di negara berkembang , tetapi justru telah diterapkan di negara maju , menyerupai Amerika Serikat , Inggris , dan Italia. Tujuannya membangun jaringan infrastruktur seluas mungkin. Jika diliberalisasi terlalu dini , jaringan tak terbangun dan akan muncul para broker yang enggan membangun jaringan. Liberalisasi industri gas melalui polaopen access dan unbundling di negara maju hanya dilakukan sehabis infrastruktur tersedia secara penuh atau matang , sebagai pilihan mengefisiensikan industri gas.
Di AS , industri gas bumi dikembangkan semenjak 1800-an. Infrastruktur gas bumi dibangun secara masif oleh perusahaan negara yang memegang hak monopoli alami. Proses pematangan infrastruktur gas berlangsung hampir 100 tahun! Pembukaan pasar dan deregulasi dilakukan sedikit demi sedikit sesuai Natural Gas Policy Act 1970. Deregulasi terlaksana sekitar 20 tahun kemudian dengan penerbitan FERC 636 mengenai kewajiban unbundling pada 1992. Hal ini pun dilakukan dengan tujuan khusus yaitu penyelesaian krisis gas dan penciptaan efisiensi industri.
Inggris pun membuatkan jaringan pipa transmisi gas bumi melalui National Grid Plc yang memegang hak monopoli alami. Perusahaan milik negara ini membangun sebagian besar jaringan pipa transmisi pada 1970-1980 melalui bendera British Gas sebelum menjadi perusahaan publik berjulukan National Grid Plc pada 1992. Sampai kini dengan hak monopoli alami sektor pipa gas bumi yang dimiliki , National Grid Plc telah bisa membangun pipa gas bumi sepanjang 132.000 km.
Monopoli BUMN
Saat ini kematangan jaringan pipa gas bumi Indonesia hanya sekitar 20 persen dari kondisi yang direncanakan. Panjang pipa transmisi dan distribusi yang terbangun hanya sekitar 11.782 km. Guna mencapai kondisi jaringan ideal sekitar 58.000 km sesuai kebutuhan konsumen , Indonesia perlu membangun pipa transmisi 4 kali lipat dan pipa distribusi 10 kali lipat sepanjang 46.000 km.
Berdasarkan pengalaman banyak negara , sangat mendesak bagi Indonesia segera menghentikan liberalisasi sektor perjuangan hilir gas bumi serta menunjukkan hak monopoli alami kepada BUMN , yakni Pertamina dan PGN.
Sejalan penghentian liberalisasi guna mencapai sasaran pembangunan sarana gas yang mendesak , kedua BUMN harus secara integratif dan sinergis menjalankan tiga fungsi utama industri gas nasional dalam satu paket usaha. Ketiga fungsi bisnis yang tak boleh dipisahkan itu yakni jaminan ketersediaan pasokan , pengembangan konsumen , dan pembangunan infrastruktur. Infrastruktur tak akan terbangun kalau BUMN tak memperoleh pasokan gas. Gas yang dialokasikan tak akan termanfaatkan kalau konsumen tak tumbuh. Sementara konsumen tak akan berkembang kalau infrastruktur tak dibangun.
BUMN pemegang hak monopoli alami harus pula berperan sebagai forum penyangga atau agregator gas (AG) nasional yang mengumpulkan seluruh pasokan gas dari banyak sekali sumber untuk dijual secara seragam pada konsumen. Besarnya harga jual haruslah ditetapkan oleh pemerintah sehabis mempertimbangkan secara serasi dan adil kepentingan bisnis produsen gas di hulu serta keberlanjutan perjuangan AG di tengah dan kemampuan konsumen di hilir. Guna mengamankan kepentingan para pihak terkait , termasuk menjamin penyediaan standar pelayanan minimum pada harga optimal , pemerintah perlu juga membentuk Komisi Utilitas yang berasal dari kalangan independen.
Guna membangun pipa-pipa gas transmisi dan distribusi sekitar 46.000 km perlu anggaran sekitar 40 miliar dollar AS (Booz & Co , 2013). Sumber dana sanggup berasal dari APBN , Pertamina , PGN , dan swasta. Karena telah go public , PGN sanggup saja mendapatkan proteksi APBN sepanjang dilakukan melalui prosedur penyertaan modal negara (PNM) sehingga pemegang saham publik ikut menambah modal atau terdilusi guna meningkatkan saham pemerintah di PGN.
Keterlibatan BUMD dan swasta membangun sarana gas nasional harus dibatasi hanya melalui kolaborasi bisnis dengan BUMN , tanpa berjalan sendiri dan terpisah menyerupai yang berlaku sekarang.
Pemanfaatan gas sebagai energi dan materi baku terus meningkat dan membutuhkan infrastruktur yang perlu segera dibangun secara masif dan berkelanjutan. Pembangunan akan berhasil optimal kalau dilakukan oleh Pertamina dan PGN sebagai pemegang monopoli alami dan sekaligus sebagai AG nasional. Dalam kondisi jaringan pipa yang masih sangat terbatas ketika ini , kiprah BUMD dan swasta perlu dikendalikan dan diatur hanya sebagai kawan BUMN. Menteri ESDM yang telah mencanangkan penetapan peta jalan dan cetak biru infrastruktur gas nasional perlu segera memperbaiki peraturan yang telanjur liberal semoga konsisten dengan konstitusi , di mana pemegang utama hak pengelolaan industri gas yakni BUMN.
Marwan Batubara; Direktur Eksekutif IRESS
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Pembangunan Infrastruktur Gas"