Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Duduk Masalah Fundamental Pilkada

Toto Sugiarto

Tahapan pemilihan gubernur , bupati/wali kota serentak sudah dimulai. Namun , aneka macam dilema masih menghadang proses rotasi kepemimpinan kawasan yang akan menentukan 9 gubernur , 224 bupati , dan 36 wali kota ini.

Masalah mutakhir yang paling mengancam suksesnya pilkada ialah terlambatnya pengucuran dana untuk anggaran penyelenggaraan. Selain terlambat , beberapa pemerintah kawasan mengucurkan anggaran kepada KPU setempat secara mencicil. Hal ini memperbesar risiko terganggunya tahapan pilkada yang amat rapat. Terhambat sedikit saja , penyelenggaraan pilkada akan sangat terganggu.

Di sisi lain , anggaran untuk pengawasan lebih parah. Yang paling selesai , sekitar 117 kawasan belum menandatangani naskah perjanjian hibah kawasan (NPHD) untuk pengawasan. Di kawasan yang sudah menandatangani pun , baik anggaran untuk KPU maupun untuk Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota , belum tentu pencairan dananya lancar. Bahkan , di kawasan yang pencairannya lancar pun belum tentu anggaran mencukupi untuk semua aktivitas , terutama aktivitas gres yang menjadi tanggung jawab penyelenggara , menyerupai anggaran untuk kampanye dan pengawas TPS.

Pertanyaan mendasar

Terkait aneka macam perkembangan menjelang pilkada , terdapat dua "wajah" yang saling muncul di hadapan kita dan berusaha berebut peran. "Wajah" pertama yang muncul ialah wajah yang selalu memikirkan Republik.

Apa pun yang dipikirkan dan dilakukan selalu berorientasi demi terciptanya kebaikan umum , kebaikan bersama sebagai bangsa. Wajah ini berupa kehendak untuk membuat pemilu yang sukses , sukses dari sisi penyelenggaraannya dan sukses dari sisi kualitasnya. Pemilihan gubernur , bupati , dan wali kota serentak 9 Desember 2015 nanti dikehendaki berlangsung secara lancar , jujur , dan adil.

"Wajah" kedua ialah "wajah" yang sebaliknya. Wajah yang membuat kita bermuram durja. "Wajah" tersebut ialah kehendak yang diwujudkan dalam Langkah-langkah kontra produktif. Wajah muram ini dipertontonkan di hadapan kita oleh aneka macam pemain film , yaitu pemerintah kawasan , dewan perwakilan rakyat , dan Kemendagri.

Pemerintah kawasan terlihat mempersulit pengucuran anggaran pilkada. Anggaran untuk KPU terlambat dan lebih parah lagi , dikucurkan secara mencicil. Sementara anggaran untuk pengawasan , baik yang diperuntukkan bagi Bawaslu provinsi untuk pemilihan gubernur maupun bagi Panwaslu kabupaten/kota untuk pemilihan bupati/wali kota , bahkan banyak yang belum ditandatangani NPHD-nya. Artinya , jangankan pengucuran anggaran , penandatanganan pun belum dilakukan.

Keterlambatan anggaran ini sanggup berbuah terganggunya atau tidak optimalnya tahapan yang sudah berjalan , yaitu terkait dengan daftar pemilih. Pemutakhiran dan pengawasan terhadap daftar pemilih terancam kacau-balau. Pemilu yang jujur dan adil sulit terwujud jikalau daftar pemilihnya saja kacau-balau. Sebelumnya , wajah muram juga muncul di DPR. Seperti kita ketahui bersama , tarik-menarik kepentingan politik pragmatis-transaksional membuat dewan perwakilan rakyat lambat menuntaskan UU Pilkada.

Keterlambatan ini membuat anggaran pilkada tak tercantum dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2015. APBN-P disahkan 13 Februari 2015 , sementara UU Pilkada belum ada , kesudahannya anggaran pilkada tak masuk APBN-P. Inilah awal dari semua kekacauan anggaran yang dihadapi KPU , Bawaslu provinsi , dan Panwaslu kabupaten/kota kini ini. Dengan kata lain , problem fundamental pilkada kini ini berawal dari berlarut-larutnya penyelesaian UU Pilkada di DPR. Ketiadaan nomenklatur ini kemudian diselesaikan dengan hibah.

Kemendagri turut mempertontonkan wajah muram. Pasalnya , Mendagri terkesan lambat merevisi permendagri yang tidak mengakomodasi semua keperluan pilkada. Dalam permendagri yang ada , yaitu Permendagri Nomor 44 Tahun 2015 , banyak kepentingan pengawasan yang tidak terakomodasi. Revisi Permendagri Nomor 44 Tahun 2015 tak terhindarkan. Mendagri harus secepatnya menandatangani itu.

Pertanyaan mendasarnya ialah bagaimana mengatasi langkah-langkah kontra produktif politisi supaya demokrasi sanggup maju selangkah menuju demokrasi yang terkonsolidasi. Jika ini tak terjawab , demokrasi akan terjerembap pada kualitas yang jelek jawaban penyelenggaraannya , termasuk pengawasan , tak optimal.

Mengawal bersama

Implikasi anggaran yang bermasalah di atas terhadap tahapan pilkada yang sudah berjalan ketika ini ialah terganggunya kesiapan pemutakhiran daftar pemilih dan pengawasan progres daftar pemilih. Sebagai catatan penting , pengawasan merupakan mandat UU , penyimpangan terhadap itu merupakan pelanggaran terhadap UU. Selain itu , tidak terawasinya suatu tahapan pemilu juga tentu kuat pada legitimasi hasil tahapan tersebut.

Permasalahan lainnya ialah langkah pemerintah kawasan untuk mengucurkan anggaran secara mencicil. Langkah ini berpotensi menggagalkan pilkada secara keseluruhan. Jika banyak pemerintah kawasan menahan dana atau tersendat-sendat dalam pencairannya , pemerintah kawasan mempersulit terciptanya pemilu lokal yang berkualitas di daerahnya. Konsekuensi logis yang perlu dikhawatirkan contohnya ialah dalam hal pengawasan. Jika pengawasan terhambat , kecurangan akan meningkat.

Mungkinkah keluar dari problem fundamental menyerupai diuraikan di atas. Pasal 131 UU No 8 Tahun 2015 menyebutkan , salah satu bentuk partisipasi masyarakat ialah pengawasan pada setiap tahapan pemilihan. Jika progres tahapan yang dilakukan KPU dan pengawasannya yang dilakukan pengawas formal berpotensi terganggu , rakyatlah yang sanggup mengawal supaya proses tahapan berjalan lancar dan terawasi.

Di sinilah pentingnya menggalakkan partisipasi publik dalam pengawasan pemilu. Pengawasan partisipatif sanggup menjadi cara untuk menekan aneka macam pihak supaya menjalankan fungsinya dengan semestinya. Akhirnya , tekanan publik sanggup mengamankan pemilu lokal ini supaya berjalan baik demi terwujudnya pemilu yang jujur dan adil.

Toto Sugiarto; Ketua Departemen Riset dan Konsulting PARA Syndicate

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Duduk Masalah Fundamental Pilkada"

Total Pageviews