Sayidiman Suryohadiprojo
Penetapan Panglima Tentara Nasional Indonesia tahun ini menciptakan saya terkejut alasannya ialah merupakan tanda kurang perhatian terhadap tradisi yang sudah dibangun dengan tidak gampang di masa lampau. Dengan begitu , wewenang berupa hak prerogatif telah dipakai secara kurang arif.
Tahun 1970 Presiden Soeharto yang merangkap Menteri Pertahanan-Keamanan (Menhankam) memutuskan perlunya budi untuk mengakhiri kurangnya harmoni antara Tentara Nasional Indonesia AD , Tentara Nasional Indonesia AL , Tentara Nasional Indonesia AU , dan Kepolisian yang semenjak tahun 1964 secara keseluruhan diberi sebutan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Meskipun disatukan dalam sebutan ABRI , Presiden Soekarno memutuskan empat angkatan itu dikelola oleh empat kementerian berbeda dan menterinya merangkap panglima angkatan. Makara , ada Kementerian Tentara Nasional Indonesia AD yang dipimpin seorang Menteri Panglima Tentara Nasional Indonesia AD , Menteri Panglima Tentara Nasional Indonesia AL , Menteri Panglima Tentara Nasional Indonesia AU , dan Menteri Panglima AK. Karena masing-masing bersifat kementerian , setiap Angkatan sanggup menyusun organisasinya secara independen.
Kementerian Pertahanan hanya diberikan wewenang koordinasi terbatas alasannya ialah setiap menteri pribadi di bawah Presiden. Pemegang wewenang koordinasi terbatas itu disebut Menteri Koordinator Staf Angkatan Bersenjata atau Menko Hankam Kasab.
Penyusunan itu mengakibatkan dampak politik yang kurang menguntungkan alasannya ialah dipakai untuk mengadu domba angkatan satu dengan yang lain , yang rupanya secara sadar atau tidak juga persiapan bagi terjadinya G30S pada 30 September 1965.
Dilihat dari sudut administrasi pun organisasi sangat kurang sempurna alasannya ialah mengakibatkan banyak duplikasi yang amat mahal dan tidak perlu. Seperti perjuangan di setiap angkatan menyusun kemampuan yang tak perlu alasannya ialah bersama-sama sanggup disediakan angkatan lain. Maka , ABRI menjadi bentuk kekeliruan administrasi yang membebani negara.
Masuk nalar sekali bahwa pada 1970 diadakan perubahan yang menuju kepada integrasi ABRI. Presiden memutuskan bahwa untuk mencapai integrasi itu setiap angkatan berhenti sebagai kementerian dan hanya ada satu kementerian , yaitu Kementerian Pertahanan. Juga pimpinan angkatan tidak lagi panglima , tetapi kepala staf. Hanya ada satu panglima , yaitu Panglima Angkatan Bersenjata atau Pangab. Maka , ada KSAD , KSAL , KSAU yang tidak memiliki wewenang komando.
Kecuali Kepolisian yang tidak lagi disebut Angkatan Kepolisian dan kepalanya disebut Kepala Kepolisian. Meski memiliki wewenang komando atas seluruh fungsi kepolisian , kepolisian masih di bawah Menhankam.
Fungsi teritorial
Unsur operasi ABRI dibagi dalam fungsi teritorial atau kewilayahan dan fungsi operasi mobil. Fungsi teritorial dilakukan sebagai integrasi tiga angkatan dalam bentuk Komando Wilayah Pertahanan (Kowilhan) , dengan dibuat Kowilhan I Sumatera , Kowilhan II Jawa , Kowilhan III Bali dan Nusa Tenggara , Kowilhan IV Kalimantan , Kowilhan V Sulawesi , Kowilhan VI Maluku dan Irian.
Semua komando teritorial yang sebelumnya dibuat setiap angkatan , yaitu Kodam AD , Kodaeral AL , dan Kodau AU , diintegrasikan dalam Kowilhan yang mencakup tempat itu. Sementara fungsi operasi kendaraan beroda empat dilaksanakan oleh Kostrad AD , Kopassus AD , Armada AL dan semua pasukan khusus AL , Komando Pertahanan Udara AU dan Pasukan Khas AU , plus Kostranas di tingkat Hankam , semua dikendalikan secara terpusat oleh Menhankam-Pangab.
Fungsi angkatan beralih menjadi fungsi penyusunan , pendidikan , training , dan pengurusan. Makara , Kasad , Kasal , dan Kasau tak punya wewenang komando.
Pada tingkat sentra mula-mula ada Menhankam-Pangab , tetapi semenjak tahun 1982 dipisah menjadi Menhankam dan Pangab. Menhankam-Pangab dibantu oleh Wapangab serta Staf Departemen dan Staf Umum. Dengan susunan ini diusahakan biar TNI-ABRI mengatasi perpecahan yang amat merugikan negara , baik politik maupun ekonomi dan sosial.
Saya yang ditetapkan sebagai Ketua Gabungan Personel Staf Umum dan fungsinya mengelola semua personel ABRI (termasuk kepolisian) menyadari segera bahwa untuk mencapai integrasi yang efektif harus diciptakan harmoni di antara segenap personel ABRI. Karena masa itu emosi dalam masyarakat dan dalam ABRI sangat meluap , untuk mencapai harmoni , faktor perasaan harus sangat diperhatikan.
Di ABRI itu berarti pujian corps (esprit de corps) dan tradisi kesatuan. Hal itu harus dimulai dengan pengangkatan pejabat dengan menghargai setiap angkatan. Di Hankam , Presiden Soeharto menjadi Menhankam-Pangab , Jenderal Panggabean Wapangab , maka Kepala Staf Departemen (Kasdep) dan Kepala Staf Umum (Kasum) harus dari AL dan AU , yaitu Marskal Saleh Basarah sebagai Kasdep dan Laksamana Subono sebagai Kasum. Pangkowilhan I AD , Pangkowilhan II AD , Pangkowilhan III AL , Pangkowilhan IV AU , Pangkowilhan V AD , dan Pangkowilhan VI AL. Di Staf Umum Hankam dan Staf Dep Hankam para ajun dan ketua adonan juga bercampur dari semua Angkatan , demikian pula pada Staf Kowilhan.
Yang penting kemudian ialah administrasi kendali personel yang sebelumnya cukup beda di antara angkatan. Untuk itu , sebagai Ketua G3 , saya setiap minggu kumpul dengan Ass Pers AD , Ass Pers AL , Ass Pers AU , dan Ass Pers Polisi Republik Indonesia , mula-mula untuk saling mengenal , kemudian sesudah faktor emosi sanggup diredam menjadikan organisasi lebih tunggal.
Saya pun harus rajin menghadap Kasad (Pak Umar Wirahadikusuma) , Kasal (Pak Sudomo) , Kasau (Pak Suwoto) , dan Kapolri (Pak Hugeng). Untung bahwa saya sudah kenal bersahabat dengan mereka sehingga mereka percaya bahwa perjuangan integrasi ini tidak akan mengesampingkan atau merugikan organisasi. Dengan begitu , sanggup kita susun Peraturan Personel ABRI , Peraturan Sebutan dan Tanda Kepangkatan yang semua pada 1971 disahkan oleh semua pimpinan ABRI , baik di tingkat Hankam maupun Angkatan dan Polri.
Menuju persatuan
Lambat laun perpecahan dan egoisme Angkatan bermetamorfosis persatuan , saling percaya , dan solidaritas. Ketika sesudah Reformasi ABRI bermetamorfosis Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia , dan ada jabatan Panglima Tentara Nasional Indonesia , saya sebagai purnawirawan Tentara Nasional Indonesia memberikan kepada Presiden Habibie biar harmoni Tentara Nasional Indonesia tetap dipelihara.
Karena organisasi Kowilhan sudah dihapus zaman Jenderal LB Moerdani , saya usulkan biar jabatan Panglima Tentara Nasional Indonesia sebaiknya bergilir antara AD , AL , dan AU. Tindakan ini penting untuk memelihara harmoni , nilai yang begitu menonjol dalam Pancasila sebagai dasar negara RI.
Di Indonesia harmoni tidak kalah penting dari efisiensi. Sebab itu budi integrasi yang dimulai tahun 1970 juga amat penting bagi Tentara Nasional Indonesia dan bagi masyarakat Indonesia. Karena itu , saya amat menyesalkan keputusan penetapan Panglima Tentara Nasional Indonesia tahun ini. Tidak ada problem dengan Jenderal Gatot Nurmantio yang niscaya menjalankan fungsi Panglima Tentara Nasional Indonesia dengan baik. Akan tetapi , mengapa harus mengorbankan harmoni dalam Tentara Nasional Indonesia dikala AU memahami bahwa kini giliran AU?
Memang pejabat-pejabat tinggi menyampaikan tak ada undang-undang bahwa harus cara giliran. Akan tetapi , dalam kehidupan tidak semua yang baik dan perlu diperhatikan masuk undang-undang. Seperti di Inggris yang menganggap common law atau kebiasaan , tradisi , tidak kalah penting dari undang-undang tertulis.
Bagi seorang pemimpin negara , kearifan ialah hal amat penting , apalagi bagi Indonesia yang di dalam tubuhnya begitu banyak perbedaan. Tanpa kearifan akan sukar sekali menjalani perbedaan dalam kesatuan/kebersamaan dan kesatuan/kebersamaan dalam perbedaan.
Karena nasi sudah menjadi bubur , sebagai veteran pejuang kemerdekaan dan purnawirawan Tentara Nasional Indonesia , saya doakan semoga Jenderal Gatot Nurmantio sanggup mencegah dan mengatasi kasus disharmoni. Semoga Tentara Nasional Indonesia selalu kokoh sebagai pengabdi negara serta pembela Pancasila.
Sayidiman Suryohadiprojo; Ketua Wantimpus Legiun Vet RI; Mantan Gub Lemhannas; Mantan Wakasad
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Penetapan Panglima Tni"