Laporan Diskusi Kompas-NU (2)
Islam berkembang pesat di Indonesia lantaran imbas para ulama sufi yang tidak mempunyai kepentingan duniawi ibarat politik , kekuasaan , dan kedudukan. Kehadiran kaum sufi yang membuatkan Islam secara hening ini menjadi cikal bakal lahirnya ummatan washatan sebagai kelompok dominan Islam di Indonesia.
Dalam aliran Islam kontemporer , konsep ummatan washatan sering disejajarkan atau diidentikkan dengan Islam washatiyyah , atau Islam yang berada di tengah , tidak berada dalam kutub ekstrem dalam pemahaman dan pengamalannya.
Aktualisasi ummatan washatan yang sudah dimulai semenjak penyebaran Islam di Indonesia pada final kurun ke-12 ini menemukan aspek pentingnya , antara lain , dalam bentuk negara Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Para pendiri bangsa yang berasal dari kalangan nasionalis dan Islam bersepakat mengakibatkan Indonesia bukan negara sekuler , sekaligus juga bukan negara agama.
Di tingkat hidup kemasyarakatan , ummatan washatan terwujud dalam aneka macam organisasi massa (ormas) Islam , yang umumnya bangkit semenjak sebelum kemerdekaan RI , contohnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Ormas ini mengambil jalan tengah , bukan hanya dalam pemahaman dan praksis keagamaannya , melainkan juga dalam perilaku sosial , budaya , dan politik.
Pilar
Kehadiran ormas ibarat NU makin berperan penting dalam kehidupan bangsa Indonesia lantaran ormas itu tak hanya bergerak di bidang dakwah atau pendidikan pesantren , tetapi juga menjadi pecahan dari gerakan masyarakat sipil.
Sebagai pecahan dari gerakan masyarakat sipil , dalam kehidupan sehari-hari , ormas-ormas itu berperan penting sebagai jembatan mediasi antara negara dan rakyat. Ormas tersebut juga berperan penting dalam menjaga kohesi sosial , terutama ketika terjadi kekacauan politik. Sejumlah penelitian memperlihatkan , pemikiran-pemikiran yang disebarluaskan oleh ormas-ormas tersebut bisa mencegah umat mengalami disorientasi dan bertindak anarkistis.
Ormas ini juga berperan dalam menawarkan kepemimpinan alternatif ketika terjadi kekacauan politik. Hal ini , contohnya , terlihat dalam kemunculan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI pada tahun 1999. Saat itu , tak ada yang berani melawan Gus Dur ketika beliau , contohnya , memerintahkan militer kembali ke barak. Ini lantaran di belakang Gus Dur ada puluhan juta nahdliyin.
Fenomena ini tak terjadi di negara lain ibarat Mesir. Tiadanya kekuatan penengah atau penyeimbang menciptakan konflik rawan muncul di negara itu. Di Mesir memang ada gerakan masyarakat sipil , tetapi dalam bentuk asosiasi profesional ibarat asosiasi guru dan dokter yang tak terlibat dalam urusan sosial politik. Mereka hanya tertarik kepada dilema ibarat kenaikan upah.
Hal yang lebih istimewa , ormas ibarat NU dan Muhammadiyah mempunyai kesepakatan yang penuh kepada Pancasila , Negara Kesatuan Republik Indonesia , Bhinneka Tunggal Ika , dan Undang-Undang Dasar 1945. Rais Aam Syuriah PBNU tahun 1984-1991 (alm) KH Achmad Shiddiq bahkan pernah menyatakan , Pancasila merupakan bentuk final usaha Islam di Indonesia.
Penguatan
Sejarah memperlihatkan , Islam di Indonesia juga berperan aktif dalam penegakan demokrasi. Suksesnya penyelenggaraan Pemilu 1999 , 2004 , 2009 , dan 2014 menjadi bukti kompatibilitas Islam dan demokrasi. Hal ini lantaran kaum Muslim menjadi partisipan aktif dalam proses politik demokrasi tersebut.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia tak bermusuhan dengan agama lantaran sila pertama Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun , pada ketika yang sama , Indonesia bukan negara agama.
Kondisi ini menciptakan Vali Nasr , Guru Besar Program Pasca Sarjana Perguruan Tinggi Angkatan Laut Amerika , menuturkan , Islam RI menjadi model yang sangat baik untuk melihat korelasi Islam dan demokrasi. Tantangan umat Islam Indonesia ketika ini yakni menawarkan bantuan kepada penguatan demokrasi secara global.
Di tengah menjawab tantangan tersebut , ketika ini , memang ada sekelompok orang yang mencoba menularkan paham radikal atau ekstrem di Indonesia , yang berbeda dengan wajah Islam di Indonesia ketika ini yang dikenal hening , toleran , dan moderat.
Ada keyakinan bahwa Indonesia bukan tanah subur bagi radikalisme. Hal ini disebabkan dominan masyarakat Indonesia menyukai Islam yang "berbunga-bunga". Ini terlihat dari kebiasaan masyarakat yang kerap menggelar syukuran dengan mengundang kerabat dan warga sekitar untuk berdoa dan makan bersama untuk acara-acara ibarat sunatan anak , perkawinan , kelulusan sekolah anak , serta berdoa ketika peringatan maut anggota keluarga.
Meski demikian , kewaspadaan tetap diperlukan. Penguatan wajah Islam Indonesia perlu terus dilakukan. Kehadiran dan tugas serta ormas ibarat NU tetap dinanti dan dibutuhkan.
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Islam| Demokrasi| Dan Jalan Tengah"