Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Antisipasi Mers

Tjandra Yoga Aditama

Perkembangan Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus di Korea Selatan menerima banyak perhatian dunia dan perlu kita pikirkan pula.

Bermula dari hanya satu orang  yang sakit sehabis kembali dari Timur Tengah , yang  disebut masalah indeks , kini MERS di Korea Selatan sudah menjangkit 50 orang. Jumlah yang meninggal terus bertambah. Dampak lain , lebih dari 1.000 sekolah diliburkan , ribuan orang dikarantina dalam aneka macam tingkat (termasuk prajurit Korea) , dan lebih dari 7.000 turis membatalkan kunjungan. Panik sudah terjadi dan belum sanggup dikendalikan. Untuk kita di Indonesia , beberapa hal perlu jadi perhatian penting dalam hari-hari ini: perihal MERS CoV di Arab Saudi dan Korea Selatan serta tindakan pencegahan dan pengetahuan perihal penyakit ini.

Umrah Ramadhan

Walaupun isu bencana yang diramaikan kini ada di Korea Selatan , masalah pertama tertular dari perjalanan di Jazirah Arab: Qatar , Bahrain , UAE , dan Arab Saudi. Memang lebih dari 80 persen masalah MERS dunia ada di Arab Saudi dan sumber penularan di sana masih terus ada , yang antara lain ditunjukkan dengan masalah orang Korea ini.

Beberapa hari lagi kita akan memasuki Ramadhan. Akan ada sejumlah besar orang Indonesia yang menjalankan ibadah umrah. Kita perlu waspada. Kejadian di Korea Selatan menjadi semacam alarm bagi kita bahwa MERS CoV masih merupakan dilema kesehatan penting di Arab Saudi dan kemungkinan penularan masih ada. Harus kita persiapkan pencegahannya.

Data menawarkan bahwa sekitar 60 persen masalah MERS terjadi pada mereka yang sudah punya penyakit kronik: sakit jantung , paru-paru , ginjal , kencing cantik , hipertensi , dan lain-lain. Mumpung  masih ada beberapa hari lagi , sangat dianjurkan biar calon jemaah umrah Ramadhan kini ini memeriksakan diri ke dokter di Tanah Air untuk mengecek penyakitnya , menanganinya , dan membawa obat kalau diperlukan. Juga mengingatkan kembali biar selama di Tanah Suci jangan kontak dengan unta lantaran ada dugaan bahwa unta jadi penular MERS CoV ini. Unta di kebun hewan Seoul pun tengah diperiksa ke arah kemungkinan MERS CoV. Jemaah umrah juga jangan minum susu unta mentah selama di Arab Saudi.

Kasus pertama di Korea terjadi pada laki-laki 68 tahun. Sehabis berkunjung di Timur Tengah , ia mendarat di Bandara Seoul pada 4 Mei 2015 tanpa tanda-tanda apa-apa. Baru ada keluhan (batuk dan demam) pada 11 Mei. Artinya , seseorang sanggup saja sakit MERS CoV dan awalnya tanpa keluhan. Karena tanpa keluhan , tidak akan terdeteksi di bandara. Makara , investigasi di bandara-yang memang amat penting-tak sepenuhnya menjamin sanggup membendung MERS CoV masuk ke suatu negara.

Pasien  pertama Korea Selatan yang sudah mulai batuk pada 11 Mei ini gres diperiksa ke Laboratorium MERS CoV pada 19 Mei (delapan hari kemudian) dan dipastikan sakit MERS CoV pada 20 Mei 2015.  Petugas kesehatan di sana belum sepenuhnya waspada? sehingga setelah delapan hari sakit , gres diperiksa ke arah MERS CoV. Mungkin sebelumnya dianggap abuh terusan napas lain lantaran tak ada tanda-tanda khas untuk MERS CoV.

Kurun 11-19 Mei 2015 pasien pertama ini sudah berobat ke dua klinik dan dua rumah sakit. Selama berobat itu ia menulari puluhan orang lain dan kini jadi dilema kesehatan nasional di Korea.  Kalau saja diketahui lebih awal , kemungkinan penularan sanggup dikurangi , tak perlu selama delapan hari pergi ke beberapa klinik dan rumah sakit serta menulari puluhan orang.  Memang pada sebagian masalah mungkin saja-walaupun belum ada gejala-pasien MERS CoV diduga sudah sanggup menularkan penyakit.

Untuk itu , semua yang gres pulang dari negara terserang MERS , baik dari umrah ke Arab Saudi maupun jalan-jalan ke Korea Selatan , harus tetap waspada selama 14 hari sehabis hingga ke Tanah Air. Sebab , masa inkubasi MERS CoV sekitar tujuh hari. Kita perlu hati-hati kalau dalam dua kali masa inkubasi ada keluhan batuk , demam , dan gangguan terusan napas lainnya. Kalau memang ada , segeralah ke dokter dan ceritakan bahwa kita gres kembali dari negara yang ada masalah MERS-nya. Dokter kemudian akan mengusut apakah gangguan terusan napas itu akhir penyakit abuh biasa atau mungkin lantaran MERS supaya jangan terlambat.

Penularan di rumah sakit

Seorang dokter yang tertular MERS CoV , ketika di rumah sakit menangani pasien di Korea Selatan , pergi menghadiri suatu pertemuan simposium di Seoul yang dihadiri lebih dari 1.500 orang. Pemerintah setempat khawatir ada yang tertular sehingga meminta 1.565 orang itu membisu di rumah masing-masing dan melapor apabila ada keluhan pernapasan. Kasus di Korea Selatan terjadi akhir penularan di rumah sakit. Yang tertular mencakup  keluarga yang mengurus pasien , dokter , petugas kesehatan yang merawat , pasien lain , dan pengunjung di klinik/rumah sakit yang merawat masalah indeks atau masalah awal itu.   Artinya ,  masalah MERS CoV di Korea Selatan kini ini terutama lantaran terjadi penularan di klinik dan rumah sakit. Hal serupa pernah terjadi di Arab Saudi pada April dan Mei 2014 ketika pengendalian abuh yang suboptimal di rumah sakit ternyata sanggup menjadikan peningkatan masalah yang cukup besar.

Hal ini tentu perlu sanggup perhatian penting , apalagi dengan  semakin banyaknya dokter dan petugas kesehatan yang tertular MERS CoV di Korea kini ini. Kalau saja hingga dokter/petugas kesehatan takut tertular , tentu akan menjadikan dilema gres yang lebih serius lagi.  WHO sudah memberikan beberapa hal penting bagi pengendalian abuh di ru- mah sakit dalam menangani pasien MERS.

Pertama , dukungan petugas kesehatan terhadap bercak dahak yang dibatukkan pasien. Kalau memang menangani pasien diduga MERS CoV , petugas harus melindungi diri apabila kontak dengan pasien , antara lain dengan pakaian khusus yang sering disebut "baju astronaut". Juga harus ada pelindung mata. Kalau menangani pasien dengan mekanisme aerosol , harus diwaspadai pengawasan airborne.  Yang juga harus diperhatikan ialah bagaimana membersihkan baju , seprai , handuk , dan jenis kain lain yang dipakai sewaktu mekanisme pengobatan. Perhatikan pula pengolahan limbah sesuai dengan mekanisme ketat yang ada.  Semua petugas kesehatan harus meningkatkan kewaspadaan pengendalian abuh apabila menemui pasien dengan keluhan pernapasan yang gres kembali dari tempat yang sedang ada masalah MERS CoV.

Penularan berkelanjutan

Yang cukup mengkhawatirkan dari bencana MERS CoV di Korea Selatan ialah lantaran sudah terjadi penularan generasi ketiga. Ada  kasus indeks , masalah pertama di Korea Selatan yang tertular MERS CoV dari kunjungannya ke Timur Tengah. Lalu , kelompok kedua berupa puluhan  kasus yang tertular dari masalah pertama tersebut (hal ini menawarkan ada penularan langsung). Dan , yang mengkhawatirkan ialah sudah ada orang (kita sebut kelompok/generasi ketiga) yang tertular MERS dari kelompok kedua.

Mudahnya , kalau pasien pertama di sebut pasien A (kasus indeks) , kemudian menulari pasien kelompok B (bisa puluhan orang mirip di Korea) , B kemudian menulari lagi pasien C , inilah generasi ketiga. Kalau pasien C kemudian menulari lagi ke pasien D (atau pasien C semakin banyak , kini sudah tujuh orang di Korea) dan ada penularan luas di masyarakat , itulah  salah satu indikator ada tidaknya Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).  Sejauh ini di dunia memang belum pernah ada penularan luas MERS CoV.? Perkembangan di Korea Selatan sedang diamati ketat untuk menilai ada-tidaknya rujukan gres penularan.

Istilah PHEIC tercantum dalam International Health Regulation (IHR) dan ditentukan oleh Dirjen WHO menurut analisis suatu tubuh yang disebut Emergency Commite , terdiri dari 17 pakar dunia (saya salah seorang anggotanya). Komite ini akan menganalisis dan memberi rekomendasi kepada Dirjen WHO memilih perilaku dunia menghadapi MERS CoV di Korea Selatan kini ini dan menilai ada-tidaknya potensi pandemi dunia akhir MERS CoV. Sesuai dengan namanya , MERS CoV disebabkan virus korona , suatu virus yang pada 2003 menjadikan penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang menghebohkan dunia. SARS bermula dari Tiongkok , menyebar luas ke aneka macam negara , termasuk Singapura , tetapi tidak hingga ke Indonesia.

Virus korona penyebab MERS memang sedikit berbeda dari virus korona penyebab SARS. Dari data yang kini ada , MERS CoV lebih mematikan daripada SARS. Angka ajal MERS hampir 40 persen , sementara SARS di bawah 20 persen , tetapi SARS jauh lebih gampang menular daripada MERS. Situasi ini tentu bukan tak mungkin akan berubah dan sedang terus dipantau para ahli.

Kejadian di Korea Selatan menawarkan satu masalah MERS ternyata sudah menulari puluhan orang. Ini  bisa jadi semacam petunjuk untuk kita waspada lantaran penularannya sudah hampir ibarat masalah lain mirip SARS (pernah satu masalah SARS menulari puluhan orang dan disebut super spreader). Untuk ini memang perlu pengamatan lebih lanjut.

Sehubungan dengan luasnya penularan MERS CoV di Korea Selatan kini , ada yang mulai berpikir perihal kemungkinan  tertular dari lingkungan rumah sakit. Cara penularan mirip ini cukup sering ditemui pada waktu SARS dulu: seorang pasien SARS memegang gagang pintu , kemudian ada pengunjung lain yang kebetulan memegang gagang pintu yang sama itu kemudian tertular SARS. Apakah rujukan mirip ini juga terjadi pada MERS CoV tentu perlu penelitian dan pembuktian lebih terperinci. Data gres sehubungan hal ini ialah bahwa   yang tertular bukan hanya pasien yang dirawat dalam satu kamar bersama masalah indeks , tapi juga pasien yang dirawat di kamar lainnya.

Anjuran kepada publik

Sampai ketika ini belum ada pembatasan bepergian ke Korea Selatan , Arab Saudi , atau 20-an negara lain yang ada masalah MERS CoV-nya. Setiap orang ketika ini masih sanggup bepergian ke negara-negara itu , tentu dengan pengetahuan dan kewaspadaan yang memadai. Ada lima proposal bagi masyarakat kita yang akan bepergian ke Korea Selatan atau Arab Saudi  sekarang ini. Pertama ,  selalu rajin basuh tangan pakai sabun lantaran sudah terbukti acara ini menurunkan penularan MERS CoV. Kedua , lantaran  MERS CoV lebih banyak terjadi pada mereka yang ada sakit kronik sebelumnya (paru-paru , jantung , hipertensi , diabetes) , kalau memang ada penyakit itu , sebelum berangkat ke Korea Selatan atau Arab Saudi perlu diperiksa dulu oleh dokter di Tanah Air. Cek keadaannya dan bawa obatnya.

Ketiga , selama di Korea Selatan dan Arab Saudi sedapat mungkin batasi kontak dengan mereka yang ada gangguan pernapasan dan batasi kunjungan ke klinik/rumah sakit yang menangani MERS CoV di sana.  Keempat ,  kalau selama di luar negeri dan 14 hari sehabis kembali ke Indonesia ada keluhan batuk pilek panas dan keluhan pernapasan lain , segera menghubungi petugas kesehatan dan sampaikan riwayat kunjungan ke Korea Selatan atau ke Arab Saudi atau negara terserang MERS lainnya. Anjuran kelima ,  selalu ikuti perkembangan keadaan MERS CoV di negara yang akan kita kunjungi dari waktu ke waktu dan kemudian ikuti rekomendasi yang nanti mungkin akan dikeluarkan.

Sampai 6 Juni 2015 di seluruh dunia? ada  1.179 masalah MERS CoV: 66 persen laki-laki , umur rata-rata 49 tahun (9 bulan hingga dengan 99 tahun) , dan 442 orang di antaranya meninggal. Sejauh ini untuk MERS CoV tidak terjadi penularan luas di masyarakat. MERS CoV sudah ada semenjak 2012. Artinya , sudah melewati tiga kali animo haji dan selama ini tak pernah ada laporan berarti perihal jemaah haji yang tertular ketika Arab Saudi sedang didatangi jutaan orang jemaah. Karena itu , kita tak perlu panik berlebihan , tetapi tentu tetap harus waspada , berhati-hati , dan selalu menjaga rujukan hidup sehat.

Tjandra Yoga Aditama; Anggota Emergency Committee on MERS CoV; Kepala Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Antisipasi Mers"

Total Pageviews